GREBEG HARI RAYA SURA 1947 J / 2013 M

Sura berasal dari bahasa Jawa yang berati “berani”. Yang dimaksud berani dalam kata Sura itu sendiri adalah kita berani untuk mawas diri. Kegiatan 1 Sura sendiri telah dilaksanakan sejak lama oleh para Leluhur Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa untuk memperingati tahun baru Jawa (Kalender Jawa). 1 (satu) Sura sendiri merupakan salah satu hasil kebudayaan masyarakat Jawa yang juga merupakan salah satu ajaran Leluhur Bangsa Indonesia yang adi luhung.  

Oleh karena itu sebagai salah satu organisasi yang memegang teguh ajaran leluhur, “Perguruan Trijaya Padepokan Argasonya – Pusat Tegal” sejak didirikannya telah melaksanakan kegiatan 1 Sura sebagai salah satu agenda kegiatan tahunan. Dari hanya sekedar memperingati tahun baru Jawa, kini kegiatan 1 Sura oleh Perguruan Trijaya pada tahun 2000 dicanangkan sebagai Hari Raya Sura (Hari Rayanya orang Jawa).

Peringatan Hari Raya Sura (HRS) sudah menjadi agenda tahunan di Perguruan Trijaya. HRS 1947 J / 2013 kali ini dilaksanakan selama 3 (tiga) hari mulai Minggu Legi - Selasa Pon (3-5 Nopember 2013), meliputi acara "Mandi Curug", Pentas Seni Daerah, Grebeg Sura, Sarasehan, Siraman dan Pembinaan Keluarga Rahayu.
Grebeg Suro merupakan acara meng-grebeg-kan hasil bumi dan raja kaya. Arti Grebeg sendiri hampir sama dengan kirab namun mempunyai makna lebih besar dan agung nilainya secara lahiriah maupun spiritual. Ritual ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus permohonan agar Bangsa Indonesia dijauhkan dari berbagai musibah dan bencana. Diakhir acara, Gunungan hasil bumi diperebutkan warga karena dipercaya mendatangkan berkah. Ritual diisi dengan grebeg tumpeng nasi dan gunungan hasil bumi yang berupa padi, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Selain hasil bumi, sejumlah hewan juga ikut dikirab. Diantaranya, sapi, kambing, dan ayam. Dalam grebeg ini juga ditampilkan berbagai macam kesenian daerah antara lain wayang orang, kuda lumping, kentongan rampak, ampal-ampalan, serta kesenian asli cina barongsai. Ratusan peserta kirab mengenakan berbagai macam pakaian mulai dari pakaian petani, prajurit kraton dan pakaian adat jawa mengiringi di belakang arak-arakan gunungan. Peserta kirab selain dari masyarakat sekitar juga sebagian besar berasal dari luar kota seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Papua dll.

Romo Guru KPA EK Suryaningrat, sebagai Pembina Perguruan TRIJAYA mengatakan ritual grebeg gunungan dan kesenian daerah ini selain untuk menyambut satu suro juga sebagai ungkapan rasa syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus permohonan agar bangsa Indonesia dijauhkan dari berbagai macam musibah dan bencana. 











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan AK Perjalanan Kota Bekasi di Padepokan Wulan Tumanggal

Berkah Tahun Baru untuk warga sekitar Padepokan Wulan Tumanggal