WIWITAN - PIDATO KEBUDAYAAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2014
SEMARANG. Senin Kliwon 6 Januari 2014, Gubernur Jawa Tengah Ganjar
Pranowo membacakan pidato kebudayaan
di Wisma Perdamaian, dihadapan kurang lebih 500 peserta dari seluruh
stakeholders pemerintahan, baik
jajaran pejabat Pemprov Jateng, akademisi, pelaku usaha, budayawan,
seniman, komunitas adat, tokoh lintas agama dan penghayat kepercayaan,
masyarakat
sipil maupun politikus. Mewakili dari Perguruan Trijaya - Pusat Tegal hadir PAC. Ang. KRT. S. Pupoyudo, PAC. Ang. KRT. Trubus ES, PAC. Ang. KRT. Hartowo beserta istri, dan PAC. KRT. Budiyono beserta istri.
Pidato kebudayaan ini merupakan langkah awal untuk memulai tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur atau tahun fiskal pertama. Masalah yang disampaikan antara lain masalah kerusakan jalan, jembatan maupun infrastruktur sosial pedesaan menjadi prioritas pembangunan tahun pertama untuk menjadi dasar pijakan bagi jawaban kemiskinan dan pengangguran di Jawa Tengah.
Melalui pengembangan infrastruktur yang partisipatif, Pemprov memfasilitasi subyek-subyek pembangunan yaitu rakyat Jawa Tengah dan stakeholders lain. Hal ini untuk memfokuskan pembangunan infrastruktur sebagai daya ungkit dan fasilitasi daya hidup perekonomian rakyat.
Dalam pidato kebudayaan bertajuk "Wiwitan Makaryo Damel : Jawa Tengah
Sejahtera dan Berdikari" Ganjar menyampaikan konsep rembugan dalam
membangun Jateng yang sejahtera dan berdikari. Menurut Ganjar, rembugan
merupakan pendekatan dan alat untuk menyelesaikan masalah secara
bersama. Rembugan telah menjadi tradisi untuk penyelesaian masalah bersama. “Hampir tidak ada masalah yang tak bisa diselesaikan dengan rembugan, oleh karena itu saya sarankan ada rembug tani, rembug buruh, rembug nelayan, rembug kampung, rembug gunung” katanya. Dalam kaitannya sebagai Gubernur, beliau sebagai perwakilan pemerintah pusat juga siap melakukan rembugan dengan bupati/ walikota.
Untuk itu, ia mengajak kerjasama seluruh pemangku kebijakan tata kelola pemerintahan yang meliputi dunia akademisi, perusahaan, masyarakat ekonomi, masyarakat sipil maupun masyarakat politik untuk mengedepankan rembugan. "Mari rembugan dan bergotong-royong mewujudkan Jawa Tengah sejahtera dan berdikari. Mboten korupsi, mboten ngapusi (tidak korupsi, tidak bohong)," ujar Ganjar yang mengenakan kemeja putih lengan pendek dipadu celana jeans hitam ini.
Ganjar mengibaratkan periode awal kepemimpinannya bersama wakil gubernur Heru Sudjatmoko seperti dalam nilai tradisi ‘tedhak-siten’. Tedhak-siten sebagai upaya internalisasi makna nilai dasar kepribadian dalam identitas kebudayaan yang secara substantif mengajarkan tentang bagaimana laku dialogis atau rembugan antara manusia-manusia-alam dalam pembangunan. "Kami berdua (Ganjar-Heru) seumpama bayi pada masa turun dari gendongan. Masih balibul atau bawah lima bulan. Tedak-siten bagi gubernur yang baru terlahir harus bergaul, mider (keliling), berdialog, dan mengenal keberagaman warganya," ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Sebelum menyampaikan pidato, acara diisi dengan doa lintas agama, pembacaan geguritan "Prana-prani" dan gending Tri Sakti Bung Karno. "Kenapa dipilih di Wisma Perdamaian? Karena ini gedung cagar budaya. Di sini kami ingin berkomitmen bahwa kebersamaan perlu dibangun untuk menyukseskan visi Jawa Tengah sejahtera dan berdikari. Ayo, ana rembug dirembug. Aja eker-ekerran (Ayo, yang bisa dimusyawarahkan, dimusyawarahkan. Jangan berseteru)," ujar Plt Sekda Provinsi Jateng, Sri Puryono, dalam sambutan ketua panitia.
Gubernur dengan ciri khas rambut putih ini
juga menyoroti ketahanan pangan. Menurutnya, tahu dan tempe sudah
menjadi bahan konsumsi utama masyarakat. Namun disisi lain kedelai
sebagai bahan baku utamanya masih harus diimpor. Belum lagi impor bawang
merah yang juda menghantam petani lokal.
Pidato kebudayaan ini merupakan langkah awal untuk memulai tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur atau tahun fiskal pertama. Masalah yang disampaikan antara lain masalah kerusakan jalan, jembatan maupun infrastruktur sosial pedesaan menjadi prioritas pembangunan tahun pertama untuk menjadi dasar pijakan bagi jawaban kemiskinan dan pengangguran di Jawa Tengah.
Melalui pengembangan infrastruktur yang partisipatif, Pemprov memfasilitasi subyek-subyek pembangunan yaitu rakyat Jawa Tengah dan stakeholders lain. Hal ini untuk memfokuskan pembangunan infrastruktur sebagai daya ungkit dan fasilitasi daya hidup perekonomian rakyat.
Untuk itu, ia mengajak kerjasama seluruh pemangku kebijakan tata kelola pemerintahan yang meliputi dunia akademisi, perusahaan, masyarakat ekonomi, masyarakat sipil maupun masyarakat politik untuk mengedepankan rembugan. "Mari rembugan dan bergotong-royong mewujudkan Jawa Tengah sejahtera dan berdikari. Mboten korupsi, mboten ngapusi (tidak korupsi, tidak bohong)," ujar Ganjar yang mengenakan kemeja putih lengan pendek dipadu celana jeans hitam ini.
Ganjar mengibaratkan periode awal kepemimpinannya bersama wakil gubernur Heru Sudjatmoko seperti dalam nilai tradisi ‘tedhak-siten’. Tedhak-siten sebagai upaya internalisasi makna nilai dasar kepribadian dalam identitas kebudayaan yang secara substantif mengajarkan tentang bagaimana laku dialogis atau rembugan antara manusia-manusia-alam dalam pembangunan. "Kami berdua (Ganjar-Heru) seumpama bayi pada masa turun dari gendongan. Masih balibul atau bawah lima bulan. Tedak-siten bagi gubernur yang baru terlahir harus bergaul, mider (keliling), berdialog, dan mengenal keberagaman warganya," ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Sebelum menyampaikan pidato, acara diisi dengan doa lintas agama, pembacaan geguritan "Prana-prani" dan gending Tri Sakti Bung Karno. "Kenapa dipilih di Wisma Perdamaian? Karena ini gedung cagar budaya. Di sini kami ingin berkomitmen bahwa kebersamaan perlu dibangun untuk menyukseskan visi Jawa Tengah sejahtera dan berdikari. Ayo, ana rembug dirembug. Aja eker-ekerran (Ayo, yang bisa dimusyawarahkan, dimusyawarahkan. Jangan berseteru)," ujar Plt Sekda Provinsi Jateng, Sri Puryono, dalam sambutan ketua panitia.
Ganjar mengungkapkan berbagai persoalan
jateng yang harus diatasi, diantaranya masih banyaknya pengangguran dan
kemiskinan di jateng. “Sudah nganggur tur mlarat. Ditengah tanah gemah ripah loh jinawi, masih banyak pemuda yang nganggur, jadi
pekerja kasar di negeri orang ini. ini pasti ada yang salah ” katanya.
Di samping itu arus urbanisasi dari pedesaan ke perkotaan tidak dapat
di bendung dengan cara apapun. Kepadatan ekonomi menjadi masalah utama
di perkotaan dan hanya sebagian kecil yang beruntung bisa menaklukkan
kota. Di sisi lain, desa tidak lagi menjanjikan. Di desa, para pemuda
dihadapkan dengan jenis pekerjaan fisik yang berat, tidak bergengsi dan
tidak menghasilkan banyak uang.
Pidato kebudayaan ini dimulai sekitar pukul 20.30 WIB dan selesai pukul 21.30 WIB diakhiri dengan menyanyikan lagu Bagimu Negeri, dipimpin gubernur dengan diikuti seluruh peserta yang hadir sambil berdiri. Acara dibawakan dalam bahasa Jawa dan dikemas dalam nuansa non-formal dan lesehan (duduk bersama di atas lantai). Sebagian besar tamu undangan mengenakan kemeja batik dan lurik (kain khas jawa). "Rangkaian dalam proses pidato ini ditujukan untuk mengingat kembali keluhuran tradisi 'Wiwitan Tedhak-Siten' melalui internalisasi makna nilai dasar kepribadian dalam identitas kebudayaan yang secara substantif mengajarkan tentang bagaimana laku dialogis atau rembugan antara manusia dan alam," ujar Ganjar.
Dikatakan, agenda mendasar dalam pidato budaya, mengajak seluruh stake-holders tata kelola pemerintahan di Jawa Tengah untuk rembugan dan bergotong-royong mewujudkan Jawa Tengah sejahtera dan berdikari.
Gubernur menyambut tamu undangan Sedulur Sikep |
keren pidatonya bung...
BalasHapusby pengrajin batik tulis madura grosir, jual batik tulis madura