BENDERA KEIMANAN BERKIBAR DI PUNCAK SLAMET

Bendera KEIMANAN bersanding dengan Sang Merah Putih, berkibar bersama di puncak Gunung Slamet. Bendera ini dibawa 6 pemuda yang melakukan pendakian dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 70. Sejumlah pendaki merupakan anggota KEIMANAN (Kelompok Intelektual Muda Anak Alam Niusantara) Perguruan Trijaya Pusat Tegal diantaranya Pt. Andika, Pt. Aji, Pt. Hadi dan Pt. Leo serta 2 pemuda dusun Peneker desa Dukuhtengah bernama Akbar dan Umar.

Rombongan pendaki berangkat dari Padepokan Wulan Tumanggal pada hari kamis (20/8) pukul 8 pagi. Dilepas oleh Pakdhe Adi, Budhe Acih, Pt. Sudjono dan Pt. Rusadi rombongan pun menuju ke pos pendakian Bambangan, Purbalingga. Pukul 10 pagi rombongan sampai di Blambangan. Perjalanan ke puncak ditempuh dengan waktu tempuh 9 jam dengan hanya beristirahat 4 kali. Ada 9 Pos yang harus dilewati para pendaki ini. Dengan medan tergolong sulit akhirnya pukul 7 malam pendakian pun sampai pos terakhir, tepatnya 500 meter dari puncak. 

Sambil beristirahat sejenak para pendaki ini pun segera memasang tenda untuk berteduh dan berlindung dari kencangnya angin. Tidak ketinggalan pula membuat perapian untuk memasak dan penghangat dari dinginnya suhu dipuncak. Pendakian ini terasa berat karena dilakukan pada saat musim kemarau panjang sehingga dingin di atas gunung mencapai puncak-puncaknya. "Meskipun kami pakai jaket rangkap 3 anginnya masih tembus sampai ke badan", tutur Pt. Aji salah satu dari tim pendaki. Kencangnya angin pun hampir membuat Pt. Aji yang terbilang kurus ini hampir terseret angin. "Untung badan saya dipegang mas Dika", tambahnya.

Jumat Pahing (21/8) pukul 7 pagi, para pendaki pun berhasil mengibarkan Sang Merah Putih dan Bendera KEIMANAN. Rencana semula akan dikibarkan jam 7 pagi namun karena besarnya tiupan angin maka baru bisa dikibarkan mundur satu jam. Pukul 12.30 siang rombongan pun turun dari puncak dan sampai di pos Blambangan pukul 5 sore dan tiba di Padepokan Wulan Tumanggal pukul 8 malam.

Jalur Pendakian Bambangan Jalur Bambangan adalah jalur yang sangat populer dan merupakan jalur yang paling sering didaki. Route Bambangan merupakan route terpendek dibandingkan route Batu Raden dan Kali Wadas. Dari kota Purwokerto naik bus ke tujuan Purbalingga dan dilanjutkan dengan bus dengan tujuan Bobot sari turun di Serayu. Perjalanan disambung menggunakan mobil bak angkutan pedesaan menuju desa Bambangan, desa terakhir di kaki gunung Slamet. Di dusun yang berketinggian 1279 mdpi ini para pendaki dapat memeriksa kembali perlengkapannya dan mengurus segala administrasi pendakian. Selepas dari jalan aspal perkampungan belok ke kanan, Pendaki akan menyeberangi sungai dengan cara melompat dari satu batu ke batu yang lain, bila sedang musim hujan aliran air deras akan menutupi batu-batuan ini. Selanjutnya akan melewati ladang penduduk selama 1 jam menuju pos Payung dengan keadaan medan yang terjal. Pos Payung merupakan pos pendakian yang menyerupai payung raksasa dan masih berada di tengah-tengah perkebunan penduduk. Selepas pos Payung pendakian dilanjutkan menuju pondok Walang dengan jalur yang sangat licin dan terjal di tengah-tengah lingkungan hutan hujan tropis, selama kurang lebih2 jam. Selepas pondok Walang, medan masih seperti sebelumnya, jalur masih tetap menanjak di tengah panorama hutan yang sangat lebat dan indah, selama kira-kira 2 jam menuju Pondok Cemara. Sebagaimana namanya, pondok Cemara dikelilingi oleh pohon cemara yang diselimuti oleh lumut. Selepas pondok Cemara pendakian dilanjutkan menuju pos Samaranthu. Selama kira-kira 2 jam dengan jalur yang tetap menanjak dan hutan yang lebat. Samaranthu merupakan pos ke 4. Kira-kira 15 menit dari pos ini terdapat mata air bersih yang berupa sungai kecil. Selepas Samaranthu, medan mulai terbuka dengan vegetasi padang rumput. Pendaki akan melewati Sanghiang Rangkah yang merupakan semak-semak yang asri dengan Edelweiss di sekelilingnya, dan sesekali mendapati Buah Arbei di tengah-tengah pohon yang menghalangi lintasan pegunungan. Pendaki juga akan melewati Sanghiang Jampang yang sangat indah untuk melihat terbitnya matahari. Kira-kira 30 menit kemudian pendaki akan tiba di Plawangan. Plawangan (lawang = pintu) merupakan pintu menuju puncak Slamet. Dari tempat ini pendaki akan dapat menikmati panorama alam yang membentang luas di arah timur. Selepas Plawangan lintasan semakin menarik sekaligus menantang, selain pasir dan bebatuan sedimentasi lahar yang mudah longsor pada sepanjang lintasan, di kanan kiri terdapat jurang dan tidak ada satu pohon pun yang dapat digunakan sebagai pegangan. Di daerah ini sering terjadi badai gunung, oleh karena itu pendaki disarankan untuk mendaki di pagi hari. Kebanyakan pendaki meninggalkan barang-barang mereka di bawah, untuk memperingan beban. Dari Plawangan sampai di puncak dibutuhkan waktu 30- 60 menit. Dari sini pendaki dapat melihat puncak Slamet yang begitu besar dan hamparan kaldera yang sangat luas dan menakjubkan, yang biasa disebut dengan Segoro Wedi. Apabila kita ingin turun menuju jalur lain, misalnya Guci, pendaki harus melewati kompleks kawah untuk memilih jalur yang diinginkan. - See more at: http://www.catatanhariankeong.com/2013/03/jalur-pendakian-gunung-slamet.html#sthash.sQlaP2ba.dpuf

Sumber: http://www.catatanhariankeong.com/2013/03/jalur-pendakian-gunung-slamet.html
Muhammad ChPendakian Gunung Slamet dikenal cukup sulit karena hampir di sepanjang rute pendakian tidak ditemukan air. Pendaki disarankan untuk membawa persediaan air yang cukup dari bawah. Faktor penyulit lain adalah kabut. Kabut di Gunung Slamet sangat mudah berubah-ubah dan pekat. 
Gunung Slamet adalah gunung paling tinggi yang ada di Jawa Tengah. Sedangkan di pulau Jawa, tinggi maksimal gunung ini hanya kalah dari Semeru di Jawa Timur. Dengan status ini, maka tak heran jika banyak pendaki yang ingin menaklukkan Gunung Slamet dan berdiri di atas tanah tertinggi di Jawa Tengah.

Walau track pendakian Gunung Slamet ini terkenal sulit plus status gunungnya yang masih sangat aktif, namun para pendaki tetap menjadikan gunung ini sebagai salah satu tujuan pendakian favorite. Gunung Slamet sendiri berada di antara 5 kabupaten di Jawa Tengah yakni Brebes, Banyumas, Purbalingga, Tegal, dan Pemalang.

Sebagaimana gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Slamet terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia pada Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa. Retakan pada lempeng membuka jalur lava ke permukaan. Catatan letusan diketahui sejak abad ke-19. Gunung ini aktif dan sering mengalami erupsi skala kecil. Aktivitas terakhir adalah pada bulan Mei 2009 dan sampai Juni masih terus mengeluarkan lava pijar. Sebelumnya ia tercatat meletus pada tahun 1999.

Maret 2014 Gunung Slamet menunjukkan aktifitas dan statusnya menjadi Waspada. Berdasarkan data PVMBG, aktivitas vukanik Gunung Slamet masih fluktuatif. Setelah sempat terjadi gempa letusan hingga 171 kali pada Jumat 14 Maret 2014 dari pukul 00.00-12.00 WIB, pada durasi waktu yang sama, tercatat sebanyak 57 kali gempa letusan. Tercatat pula 51 kali embusan. Pemantauan visual, embusan asap putih tebal masih keluar dari kawah gunung ke arah timur hingga setinggi 1 km.

Gunung Slamet memiliki cerita legenda yang turun temurun. Nama slamet diambil dari bahasa Jawa yang artinya selamat. Nama ini diberikan karena dipercaya gunung ini tidak pernah meletus besar dan memberi rasa aman bagi warga sekitar. Menurut kepercayaan warga sekitar, bila Gunung Slamet sampai meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian. 

Jalur pendakian standar adalah dari Blambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga. Jalur populer lain adalah dari Baturraden dan dari Desa Gambuhan, Desa Jurangmangu dan Desa Gunungsari di Kabupaten Pemalang. Selain itu adapula jalur yang baru saja diresmikan tahun 2013 lalu, yaitu jalur Dhipajaya yang terletak di Kabupaten Pemalang.

Jalur pendakian lainnya adalah melalui obyek wisata pemandian air panas Guci, Kabupaten Tegal. Meskipun terjal, rute ini menyajikan pemandangan yang paling baik. Kawasan Guci dapat ditempuh dari Slawi menuju daerah Tuwel melewati Lebaksiu.

Padepokan Wulan Tumanggal yang berada di kaki lereng Gunung Slamet, menjadi tempat yang sangat kondusif bagi para Putera Trijaya dalam malaksanakan kegiatan baik yang bersifat keilmuan, organisasi, kemasyarakatan maupun yang bersifat kenegaraan/kebangsaan. Selain digunakan sebagai kegiatan internal Perguruan Trijaya, Padepokan Wulan Tumanggal juga dibuka untuk umum sebagai lokasi kegiatan baik santai, resmi maupun yang bersifat spiritual.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan AK Perjalanan Kota Bekasi di Padepokan Wulan Tumanggal

Berkah Tahun Baru untuk warga sekitar Padepokan Wulan Tumanggal