TAKJUB, SEBUAH PERAHU DI KAKI GUNUNG SLAMET
Sebuah perahu cantik bertengger di sebuah pesarean, yang berada di kaki Gunung Slamet. Tepatnya di sebuah astanalaya yang bernama Kasidanjati. Astanalaya ini merupakan persinggahan terakhir RG. KPA. EK Giripati Suryaningrat, pendiri sekaligus pembina pertama Perguruan Trijaya.
Perahu tersebut merupakan sebuah replika dari perahu yang bernama Baita Dutaning Bangsa. Sedangkan perahu aslinya berada di depan Sasana Nunggalati (nama sanggar pasujudan) di area Padepokan Wulan Tumanggal. Baita tersebut sengaja dibuat sebagai unsur pokok pada konsep dekorasi panggung astanalaya pada kegiatan "Peringatan 3 tahun RGKPA kondur ing ngarsa Gusti Ingkang Maha Agung".
"Perahu ini dibuat dengan bahan dasar 100 persen dari bambu dan kami kerjakan selama 5 hari, menjelang peringatan 3 tahun RGKPA" jelas Wisnu, desainer Baita dan juga konseptor acara.
Acara ini berlangsung meriah bercampur sakral. Hampir setiap malam di Padepokan Wulan Tumanggal turun hujan, namun malam itu, malam Minggu Pahing (13/11) cuaca langit sangat cerah. Astanalaya Kasidanjati pun yang disulap menjadi sebuah panggung spektakuler yang mempesona tanpa adanya genangan air.
Sebelum acara dimulai, para Putera dan tamu undangan dipersilakan untuk makan malam di Sasana Kembul Bojana (SKB) dan Pamiwahan Putera. Menu makan malam ini merupakan beberapa kuliner kareman (kesukaan) RGKPA. Setelah makan malam para tamu undangan diarahkan untuk naik menuju lokasi acara, yaitu di Astanalaya Kasidan Jati yang berjarak sekitar 300 meter.
Perjalanan menuju Kasidanjati, terdapat sebuah lorong bambu dengan panjang 30 meter. Suasana temaram oleh pencahayaan sentir (lampu minyak tanah dalam bahasa jawa) menambah pesona tersendiri di area yang digunakan sebagai galeri foto RGKPA itu.
Acara dimulai pukul 8 malam yang diawali dengan doa bersama, dan tari Gatotkaca, dilanjutkan sambutan Ketua Umum DPP Perguruan Trijaya KRT. PW. Ang. K. Teja Sulaksana. Kemudian dilanjutkan dengan penayangan kaleidoskop sekilas perjalanan RGKPA dan dilanjutkan sambutan Pembina Perguruan Trijaya RG. KRA Suryaningrat II (Romo Panji).
Selepas sambutan Pembina Perguruan Trijaya, suara merdu Nini Kartika mengantarkan para hadirin pada kemegahan sang Baita. Mengingatkan betapa anggunnya perahu nusantara berayun-ayun di tengah samudera. Makna sebuah perahu yang menjadi sarana pemersatu bangsa dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat se-nusantara, tersirat dalam bait lagu berjudul Perahu Laju tersebut.
Setelah itu baru dilanjutkan dengan beberapa atraksi budaya. Diantaranya pembacaan puisi oleh adik Anti AAN, menyanyikan lagu Mars AAN (Anak Alam Nusantara), penampilan Tari Perantara 3 generasi, dan Tari Kalang 3 generasi. Semua karya seni budaya tersebut merupakan hasil cipta RGKPA.
Setelah penampilan beberapa karya RGKPA, dilanjutkan dengan atraksi seni budaya lainnya yang melengkapi sajian malam persembahan untuk RGKPA. Ada pertunjukkan seni pencak silat dari Ciparay, tari kreasi dari Lokra Bandung pimpinan kang Gatot Gunawan dan tari tradisi jawa oleh Eny Haryanti dari Dinbudpar Jawa Tengah.
Tari garapan dengan judul Sampurnaning Loko Boko, Manunggal Kang Maha Kuasa itu dibawakan apik oleh seorang penari senior yang telah lama tidak membawakan sebuah tari tradisi. Hal ini dikarenakan aktivitas beliau yang padat dalam mengemban tugas sebagai pejabat struktural di Pemprov Jateng di bidang kebudayaan. Mungkin hanya di Kasidanjati ini bisa menyaksikan beliau menari dengan penuh totalitas dan profesionalisme yang tinggi. "Hanya ini yang bisa saya persembahkan untuk beliau, RGKPA" tutur Eny Haryanti.
Acara selesai pukul 23.30, beberapa tamu undangan pun segera berpamitan pulang. Namun beberapa masih berada di lokasi untuk mengikuti acara tambahan yaitu doa penghormatan dan persembahan untuk RGKPA. Tepat pukul 12 malam, ritual ini pun dimulai. Bertempat di pesarean RGKPA ritual ini dipimpin langsung oleh Romo Panji, diikuti semua Putera, simpatisan dan tamu undangan yang masih bertahan.
Mulai saat inilah rintik hujan mulai turun. membungkus sebuah persembahan untuk RGKPA. Berkah Gusti Ingkang Maha Agung.
Perahu tersebut merupakan sebuah replika dari perahu yang bernama Baita Dutaning Bangsa. Sedangkan perahu aslinya berada di depan Sasana Nunggalati (nama sanggar pasujudan) di area Padepokan Wulan Tumanggal. Baita tersebut sengaja dibuat sebagai unsur pokok pada konsep dekorasi panggung astanalaya pada kegiatan "Peringatan 3 tahun RGKPA kondur ing ngarsa Gusti Ingkang Maha Agung".
"Perahu ini dibuat dengan bahan dasar 100 persen dari bambu dan kami kerjakan selama 5 hari, menjelang peringatan 3 tahun RGKPA" jelas Wisnu, desainer Baita dan juga konseptor acara.
Acara ini berlangsung meriah bercampur sakral. Hampir setiap malam di Padepokan Wulan Tumanggal turun hujan, namun malam itu, malam Minggu Pahing (13/11) cuaca langit sangat cerah. Astanalaya Kasidanjati pun yang disulap menjadi sebuah panggung spektakuler yang mempesona tanpa adanya genangan air.
Sebelum acara dimulai, para Putera dan tamu undangan dipersilakan untuk makan malam di Sasana Kembul Bojana (SKB) dan Pamiwahan Putera. Menu makan malam ini merupakan beberapa kuliner kareman (kesukaan) RGKPA. Setelah makan malam para tamu undangan diarahkan untuk naik menuju lokasi acara, yaitu di Astanalaya Kasidan Jati yang berjarak sekitar 300 meter.
Perjalanan menuju Kasidanjati, terdapat sebuah lorong bambu dengan panjang 30 meter. Suasana temaram oleh pencahayaan sentir (lampu minyak tanah dalam bahasa jawa) menambah pesona tersendiri di area yang digunakan sebagai galeri foto RGKPA itu.
Acara dimulai pukul 8 malam yang diawali dengan doa bersama, dan tari Gatotkaca, dilanjutkan sambutan Ketua Umum DPP Perguruan Trijaya KRT. PW. Ang. K. Teja Sulaksana. Kemudian dilanjutkan dengan penayangan kaleidoskop sekilas perjalanan RGKPA dan dilanjutkan sambutan Pembina Perguruan Trijaya RG. KRA Suryaningrat II (Romo Panji).
Selepas sambutan Pembina Perguruan Trijaya, suara merdu Nini Kartika mengantarkan para hadirin pada kemegahan sang Baita. Mengingatkan betapa anggunnya perahu nusantara berayun-ayun di tengah samudera. Makna sebuah perahu yang menjadi sarana pemersatu bangsa dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat se-nusantara, tersirat dalam bait lagu berjudul Perahu Laju tersebut.
Setelah itu baru dilanjutkan dengan beberapa atraksi budaya. Diantaranya pembacaan puisi oleh adik Anti AAN, menyanyikan lagu Mars AAN (Anak Alam Nusantara), penampilan Tari Perantara 3 generasi, dan Tari Kalang 3 generasi. Semua karya seni budaya tersebut merupakan hasil cipta RGKPA.
Setelah penampilan beberapa karya RGKPA, dilanjutkan dengan atraksi seni budaya lainnya yang melengkapi sajian malam persembahan untuk RGKPA. Ada pertunjukkan seni pencak silat dari Ciparay, tari kreasi dari Lokra Bandung pimpinan kang Gatot Gunawan dan tari tradisi jawa oleh Eny Haryanti dari Dinbudpar Jawa Tengah.
Tari garapan dengan judul Sampurnaning Loko Boko, Manunggal Kang Maha Kuasa itu dibawakan apik oleh seorang penari senior yang telah lama tidak membawakan sebuah tari tradisi. Hal ini dikarenakan aktivitas beliau yang padat dalam mengemban tugas sebagai pejabat struktural di Pemprov Jateng di bidang kebudayaan. Mungkin hanya di Kasidanjati ini bisa menyaksikan beliau menari dengan penuh totalitas dan profesionalisme yang tinggi. "Hanya ini yang bisa saya persembahkan untuk beliau, RGKPA" tutur Eny Haryanti.
Acara selesai pukul 23.30, beberapa tamu undangan pun segera berpamitan pulang. Namun beberapa masih berada di lokasi untuk mengikuti acara tambahan yaitu doa penghormatan dan persembahan untuk RGKPA. Tepat pukul 12 malam, ritual ini pun dimulai. Bertempat di pesarean RGKPA ritual ini dipimpin langsung oleh Romo Panji, diikuti semua Putera, simpatisan dan tamu undangan yang masih bertahan.
Mulai saat inilah rintik hujan mulai turun. membungkus sebuah persembahan untuk RGKPA. Berkah Gusti Ingkang Maha Agung.
Komentar
Posting Komentar