SUNGKEMAN, SATU DARI TRADISI RITUAL TAHUNAN DI PERGURUAN TRIJAYA

Segitiga dalam lingkaran, yang ada dalam lambang Perguruan Trijaya mempunyai makna Tuhan, Orang tua dan Guru. Hal ini memberi pejelasan bahwa ajaran di Trijaya mewajibkan setiap Putera untuk selalu hormat terhadap Tuhan, Orang tua dan Guru.

Penyebutannya pun tidak boleh dibalik karena hal itu merupakan sekala prioritas, jelas Pembina Perguruan Trijaya Romo Guru KRA Suryaningrat II dalam acara Sungkeman di Padepokan Wulan Tumanggal, malam Kamis Kliwon (29/06).

Sungkeman merupakan tradisi ritual permohonan maaf di Perguruan Trijaya yang dilaksanakan rutin setiap tahun. Sungkeman biasanya dilaksanakan setiap malam kedua Hari Raya Idul Fitri, namun kali ini, dilaksanakan pad malam ke 4(empat)  lebaran.

Sungkeman tahun ini terasa istimewa karena bersamaan dengan salah satu malam keilmuan yaitu malam Wajib Perguruan Trijaya, yang sekaligus juga merupakan rangkaian Supit. "Sebenarnya siapa yang ikut sungkeman kali ini, tepat di malam kamis kliwon, adalah anggota Perguruan Trijaya yang sebenarnya, yang menghargai Perguruan Trijaya secara utuh", jelas Romo Guru.

Secara keilmuan, Sungkeman merupakan ritual yang sangat tinggi nilainya. Kerelaan Putera dengan usaha yang besar, datang ke Padepokan untuk menundukan kepala, memohon maaf yang tidak ada wujud resminya kalau maaf itu diterima atau tidak. Kerelaan itulah yang mempunyai nilai tinggi sekali, tambah Romo Guru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan AK Perjalanan Kota Bekasi di Padepokan Wulan Tumanggal

Berkah Tahun Baru untuk warga sekitar Padepokan Wulan Tumanggal